Abdurrahman Bin Auf |
Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan yang mula-mula masuk Islam, termasuk kelompok sepuluh yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga, termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah (sebagai formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah Umar bin Khattab, dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah SAW untuk berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup di tengah-tengah masyarakat kaum Muslimin.
Namanya pada masa jahiliah adalah Abdul Amar keturunan
Bani Zuhrah, lahir tahun 580 M dan setelah masuk Islam Rasulullah SAW
memanggilnya Abdurrahman bin Auf.
Abdurrahman bin Auf masuk Islam sebelum Rasulullah saw masuk ke rumah Al-Arqam, yaitu dua hari sesudah Abu Bakar Ash Shidiq masuk
Islam. Sama halnya dengan kelompok kaum muslimin yang pertama-tama
masuk Islam, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan
tekanan dari kaum kafir Quraisy, tetapi dia sabar dan tetap sabar.
Pendiriannya teguh dan senantiasa teguh. Dia menghindari dari kekejaman
kaum Quraisy, tetapi selalu setia dan patuh membenarkan risalah Nabi
Muhammad saw. Kemudian dia turut pindah (hijrah) ke Habasyah
bersama-sama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari
tekanan kaum Quraisy yang senantiasa menerornya.
Tatkala
Rasulullah SAW dan para sahabat beliau diijinkan Allah hijrah ke
Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk
Allah dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah mempersaudarakan
orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka Abdurrahman bin Auf
dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi' al Anshari.
Pada suatu
hari Sa'ad berkata kepada saudaranya, Abdurrahman, "Wahai saudaraku
Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya di antara penduduk Madinah.
Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas, dan dua
orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu di antara kedua kebun itu,
kuberikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang di
antara kedua pembantuku, akan kuserahkan mana yang kamu senangi,
kemudian aku nikahkan engkau dengan dia,"
Jawab Abdurrahman bin
Auf, "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada Saudara, kepada
keluarga Saudara, dan kepada harta Saudara. Saya hanya akan minta
tolong kepada Saudara menunjukkan dimana letaknya pasar Madinah ini,"
Sa'ad
menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada Abdurrahman. Maka,
mulailah Abdurrahman berniaga di sana, berjual beli, melaba dan merugi.
Belum berapa lama dia berdagang, terkumpullah uangnya sekadar cukup
untuk mahar menikah. Dia datang kepada Rasulullah memakai
harum-haruman. Beliau menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata,
"Wah, alangkah wanginya kamu, hai Abdurrahman.."
Kata Abdurrahman, "Saya hendak menikah ya Rasulullah,"
Tanya Rasulullah, "Apa mahar yang kamu berikan kepada istrimu?"
Jawab Abdurrahman, "Emas seberat biji kurma,"
Kata
Rasulullah, "Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor
kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu,"
Kata
Abdurrahman, "Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku (hidupku makmur
dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka dibawahnya
kudapati emas dan perak,"
Dalam Perang Badar, Abdurrahman turut
berjihad Fi Sabilillah, dan dia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah,
antara lain Umair bin Utsman bin Ka'ab bin Auf At Taimy. Dalam Perang
Uhud, dia tetap teguh bertahan di samping Rasulullah, ketika tentara
muslimin banyak yang meninggalkan medan laga. Ketika selesai perang dan
kaum muslimin keluar sebagai pemenang, Abdurrahman mendapatkan hadiah
sembilan luka parah menganga di tubuhnya dan dua puluh luka kecil.
Walau luka kecil, namun di antaranya ada yang sedalam anak jari.
Sekalipun begitu, perjuangan dan pengorbanan Abdurrahman di medan
tempur jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan perjuangan dan
pengorbanannya dengan harta benda.
Pada suatu hari Rasulullah SAW berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum
muslimin. Beliau berdiri ditengah-tengah para sahabat. Beliau berkata,
"Bersedekahlah Tuan-tuan! Saya hendak mengirim satu pasukan ke medan
perang,"
Mendengar ucapan Rasulullah SAW tersebut, Abdurrahman
bergegas pulang ke rumahnya dan cepat pula kembali ke hadapan
Rasulullah di tengah-tengah kaum muslimin. Katanya, "Ya Rasulullah! Saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah
dan dua ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya," lalu uang yang
dibawa dari rumah itu diserahkan kepada Rasulullah dua ribu.
Sabda
Rasulullah, "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu terhadap
harta yang kamu berikan dan semoga Allah memberkati pula harta yang
kamu tinggalkan untuk keluargamu,"
Ketika Rasulullah bersiap
untuk menghadapi Perang Tabuk, beliau membutuhkan jumlah dana dan
tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh, yaitu tentara
Rum cukup banyak. Disamping itu, Madinah tengah mengalami musim panas.
Perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Dana yang tersedia hanya
sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi. Banyak di antara
kaum Muslimin yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah SAW
menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka
tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu kembali pulang dengan air mata
bercucuran kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk
disumbangkannya. Mereka yang tidak terima itu terkenal dengan nama Al Bakkaain (orang yang menangis) dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan Jaisyul 'Usrah (pasukan susah).
Karena
itu, Rasulullah SAW memerintah kaum muslimin mengorbankan harta benda
mereka untuk jihad fi sabilillah. Dengan patuh dan setia kaum muslimin
memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut memelopori
dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata Umar bin Khattab
berbisik kepada Rasulullah SAW, "Agaknya Abdurrahman berdosa, tidak
meninggalkan uang sedikit juga untuk istrinya,"
Rasulullah SAW bertanya kepada Abdurrahman, "Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk istrimu?"
Abdurrahman menjawab, "Ada! mereka saya tinggali lebih banyak daripada yang saya sumbangkan,"
Tanya Rasulullah SAW, "Berapa?"
Jawab Abdurrahman, "Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah,"
Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperolah kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah terlambat hadir. Maka, Abdurrahman menjadi imam salat berjamaah bagi kaum muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau shalat di belakang Abdurrahman dan mengikutinya sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad Rasulullah SAW?
Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperolah kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah terlambat hadir. Maka, Abdurrahman menjadi imam salat berjamaah bagi kaum muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau shalat di belakang Abdurrahman dan mengikutinya sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad Rasulullah SAW?
Setelah Rasululalh SAW wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas
menjaga kesejahteraan dan keselamatan ummahatul mukminin (istri-istri
Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan
mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian.
Apabila para ibu tersebut pergi haji, Abdurrahman turut pula
bersama-sama mereka. Dia yang menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke
atas haudaj (sekedup) khusus mereka. Itulah salah satu bidang khusus
yang ditangani Abdurrahman. Dia pantas bangga dan bahagia dengan tugas
dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang mukmin kepadanya.
Salah
satu bukti yang dibaktikan Abdurrahman kepada ibu-ibu yang mulia, ia
pernah membeli sebidang tanah seharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu
dibagi-bagikannya seluruhnya kepada fakir miskin Bani Zuhrah dan kepada
para ibu-ibu orang mukmin, istri Rasulullah. Ketika jatah ibu Aisyah RA
disampaikan orang kepadanya, ibu yang mulia itu bertanya, "Siapa yang
menghadiahkan tanah itu buat saya?"
Orang itu menjawab, "Abdurrahman bin Auf,"
Aisyah
berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tidak ada orang yang kasihan
kepada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang sabar,"
Begitulah
doa Rasulullah SAW bagi Abdurrahman. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan berkah-Nya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman menjadi
orang terkaya di antara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat
dan berkembang. Kafilah dagangnya terus-menerus hilir mudik dari dan ke
Madinah mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang-barang
pecah-belah, wangi-wangian dan segala kebutuhan penduduk.
Pada
suatu hari iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman terdiri dari tujuh
ratus unta bermuatan penuh tiba di Madinah. Ya! Tujuh ratus ekor unta
bermuatan penuh, tidak salah. Semuanya membawa pangan, sandang, dan
barang-barang lain kebutuhan penduduk. Ketika mereka masuk kota, bumi
seolah-olah bergetar. Terdengar suara gemuruh dan hiruk pikuk. Sehingga
Aisyah bertanya, "Suara apa hiruk pikuk itu?"
Dijawab orang,
"Kafilah Abdurrahman dengan iring-iringan tujuh ratus ekor unta
bermuatan penuh membawa pangan, sandang serta lainnya,"
Asiyah
berkata, "Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya bagi Abdurrahman dengan
baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda, "Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak (karena surga sudah dekat sekali kepadanya),"
Sebelum
menghentikan iring-iringan unta, seorang pembawa berita mengatakan
kepada Abdurrahman bin Auf berita gembira yang disampaikan Aisyah,
bahwa Abdurrahman bin Auf masuk surga. Serentak mendengar berita itu,
bagaikan terbang ia menemui Ibu Aisyah. Katanya, "Wahai Ibu, apakah
Ibu mendengar sendiri ucapan itu diucapkan Rasulullah?"
Jawab Aisyah, "Ya, saya mendengar sendiri.."
Abdurrahman
melonjak kegirangan. Katanya, "Seandainya aku sanggup, aku akan
memasukinya sambil berjalan. Sudilah ibu menyaksikan, kafilah ini
dengan seluruh kendaraan dan muatannya, kuserahkan untuk jihad
fi sabilillah,"
Sejak berita yang membahagiakan itu, Abdurrahman
pasti masuk surga, maka semangatnya semakin memuncak mengorbankan
kekayaannya di jalan Allah. Hartanya dinafkahkannya dengan kedua belah
tangan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, sehingga
mencapai 40.000 dirham perak. Kemudian menyusul pula 40.000 dinar emas.
Sesudah itu dia bersedekah lagi 200 uqiyah emas. Lalu diserahkannya
pula 500 ekor kuda kepada para pejuang. Sesudah itu 1500 ekor unta
untuk pejuang-pejuang lainnya dan tatkala dia hampir meninggal dunia,
dimerdekakannya sejumlah besar budak-budak yang dimilikinya. Kemudian
diwasiatkannya supaya memberikan 400 dinar emas kepada masing-masing
bekas pejuang Perang Badar. Mereka berjumlah seratus orang, dan semua
mengambil bagiannya masing-masing. Dia berwasiat pula supaya memberikan
hartanya yang paling mulia untuk para ibu-ibu orang mukmin, sehingga
ibu Aisyah sering mendoakannya, "Semoga Allah memberikannya minum
dengan minuman dari telaga salsabil,"
Di samping itu, dia
meningggalkan warisan pula untuk ahli warisnya sejumlah harta yang
hampir tidak terhitung banyaknya. Dia meninggalkan kira-kira 1000 ekor
unta, 100 ekor kuda, 3000 ekor kambing, dia beristri empat orang.
Masing-masing mendapatkan pembagian khusus 80.000, di samping itu masih
ada peninggalannya berupa emas dan perak, yang kalau dia bagi-bagikan
kepada ahli warisnya dengan mengampak, maka potongan-potongannya cukup
menjadikan seorang ahli warisnya manjadi kaya raya.
Begitulah karunia Allah SWT kepada Abdurrahman berkat doa Rasulullah kepadanya semoga Allah memberkatinya dan hartanya.
Walaupun
begitu kaya rayanya, harta kekayaan itu seluruhnya tidak mempengaruhi
jiwanya yang penuh iman dan takwa. Apabila ia berada di tengah-tengah
budaknya, orang tidak dapat membedakan di antara mereka, mana yang
majikan dan mana yang budak.
Pada suatu hari dihidangkan orang
kepadanya makanan, padahal dia puasa. Dia menengok makanan itu seraya
berkata, "Mushab bin Umair tewas di medan juang. Dia lebih baik
daripada saya, waktu dikafani, jika kepalanya ditutup, maka terbuka
kainnya. Kemudian Allah membentangkan dunia ini bagi kita
seluas-luasnya. Sesungguhnya saya sangat takut kalau-kalau pahala untuk
kita disegerakan Allah memberikannya kepada kita (di dunia ini),"
Sesudah berkata begitu, dia mengangis tersedu-sedu, sehingga nafsu makannya jadi hilang.
Berkatalah Abdurrahman bin Auf dengan ribuan karunia dan kebahagiaan
yang diberikan Allah kepadanya. Rasulullah SAW, yang ucapannya selalu
terbukti benar telah memberinya kabar gembira dengan surga yang penuh
dengan kenikmatan.
Telah turut menghantarkan jenazahnya ke tempatnya terakhir di dunia, antara lain sahabat yang mulia Sa'ad bin Abi Waqqash. Pada shalat jenazahnya turut pula, antara lain, Dzun Nurain, Utsman bin Affan. Kata sambutan saat pemakaman, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Dalam
sambutannya antara lain Ali berkata, "Anda telah mendapatkan kasih
sayang, dan Anda berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah
senantiasa merahmati Anda. Amin!"
Kisah Lain
PEMIMPIN PANDAI MENGENDALIKAN HARTA
Abdurrahman bin Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya. Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkannya dan tidak juga dengan menyimpannya bahkan ia mengumpulkannya secara santai dan dari jalan yang halal. Kemudian ia tidak menikmati sendirian, tetapi ikut menikmatinya bersama keluarga dan kaum kerabatnya serta saudara-saudaranya dan masyarakat seluruhnya. Dan karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, pernah dikatakan orang: "Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf, pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka. Sepertiga lagi digunakannya untuk membayar hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi bagikannya kepada mereka,". Harta kekayaan ini tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya, selama tidak memungkinkannya untuk membela agama dan membantu kawan-kawannya. Adapun untuk lainnya, ia selalu takut dan ragu. Pada suatu hari dihidangkannya kepadanya makanan untuk berbuka, karena waktu itu ia sedang shaum, sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi ia pun menangis sambil mengeluh, "Mushab bin Umair telah gugur sebagai Syahid, ia jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah, jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya dan jika ditutupkan kakinya terbuka kepalanya. Demikian juga Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat untuknya sehelai selendang. Telah dihamparkan untuk kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan juga kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahulukan pahala kebaikan kami,"
Pada suatu peristiwa lain sebagian sahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis. Karena itu mereka bertanya: "Rasulullah SAW telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan untuk kita?". Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah sedikit pun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya. Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya, "Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalinya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tidak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!"
Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan Ibnu Auf dan jasa-jasanya, misalnya diketahuinya bahwa di badannya terdapat 20 bekas luka di perang Uhud, dan bahwa salah satu dari bekas luka ini meninggalkan cacat pincang yang tidak sembuh-sembuh pada salah satu kakinya. Sebagaimana juga beberapa gigi seri rontok di perang Uhud, yang menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya. Di waktu itulah, orang baru akan menyadari bahwa laki-laki yang berperawakan tinggi dengan air muka yang berseri dan kulit halus, pincang serta cadel sebagai tanda jasa dari perang Uhud, itulah orang yang bernama Abdurrahman bin Auf. Semoga Allah ridha kepadanya dan ia pun ridha kepada Allah.
Sudah menjadi kebiasaan pada tabiat manusia bahwa harta kekayaan mengundang kekuasaan, artinya bahwa orang-orang kaya selalu gandrung untuk memiliki pengaruh guna melindungi kekayaan mereka dan tidak melipat gandakannya, dan untuk memuaskan nafsu, sombong, membanggakan dan mementingkan diri sendiri, yakni sifat-sifat yang biasa dibangkitkan oleh kekayaan. Tetapi bila kita melihat Abdurrahman bin Auf dengan kekayaannya yang melimpah ini, kita akan menemukan manusia ajaib yang sanggup menguasai tabiat kemanusiaan dalam bidang ini dan melangkahinya kepuncak ketinggian yang unik. Peristiwa ini terjadi sewaktu Umar bin Khattab hendak berpisah dengan ruhnya yang suci dan ia memilih 6 orang tokoh dari para sahabat Rasulullah SAW sebagai formatur agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru.
Jari-jari tangan sama-sama menunjuk dan mengisyaratkan Ibnu auf Bahkan sebagian sahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak dengan khalifah diantara yang 6 itu, maka ujarnya: "Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih baik ambil pisau lain taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke sebelah,"
Demikianlah, baru saja kelompok 6 formatur itu mengadakan pertemuan untuk memilih salah seorang diantara mereka untuk menjadi khalifah yang akan menggantikan al-Faruk, Umar bin Khattab maka kepada kawan-kawannya yang 5 dinyatakannya bahwa ia telah melepaskan haknya yang dilimpahkan Umar kepadanya sebagai salah seorang dari 6 orang calon yang akan dipilih menjadi khalifah. Dan adalah kewajiban mereka untuk melakukan pemilihan itu terbatas diantara mereka yang berlima saja. Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim diantara 5 orang tokoh terkemuka itu, mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang dari mereka yang berlima sementara Imam Ali mengatakan: "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya juga oleh penduduk bumi,". Oleh Ibnu Auf dipilihlah Utsman bin Affan untuk jabatan khalifah dan yang lain pun menyetujui pilihannya. Nah, inilah hakikat seorang laki-laki yang kaya raya dalam Islami! Apakah sudah anda perhatikan bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh diatas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya itu, dan bagaimana ia menempa kepribadiannya dengan sebaik-baiknya?
Dan pada tahun ke 32 H, tubuhnya berpisah dengan ruhnya. Ummul Mu'minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain, maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih berbaring di ranjang menuju kematian, agar ia bersedia dikuburkan di perkarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu bakar dan Umar. Akan tetapi ia memang seorang muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut.
Dahulu ia juga telah membuat janji dan ikrar yang kuat dengan Utsman bin Madhun, yakni bila salah seorang di antara mereka meninggal dunia sesudah yang lain maka hendaklah ia dikuburkan di dekat sahabatnya itu. Selagi ruhnya besiap-siap memulai perjalanannya yang baru air matanya, meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata: "Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari sahabat-sahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah,"
Tetapi sakinah dari Allah segera menyelimutinya, lain satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan suka cita yang memberikan cahaya serta kebahagiaan yang menentramkan jiwa.Ia memasang telinganya untuk menangkap sesuatu, seolah-olah ada suara yang lembut, merdu yang datang mendekat. la sedang mengenangkannya kebenaran. Sabda Rasulullah SAW yang pernah beliau ucapkan: "Abdurrahman bin Auf dalam surga," lagipula ia sedang mengingat ingat janji Allah dalam kitabnya : "Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Allah kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafkahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannya dan tidak juga kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka akan memperoleh pahala disisi Tuhan mereka, mereka tidak perlu merasa takut dan tidak pula merasa duka cita," ( Q.S.2 al - Baqarah: 262).
Abdurrahman bin Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya. Maksudnya adalah bahwa Abdurahman bin Auf bukanlah seorang pemimpin yang terlalu mementingkan harta benda namun ia mementingkan amalan di jalan Allah. Harta yang ada pada dirinya dianggapnya hanyalah sebagai titipan di dunia yang hanya bersifat sementara saja. Karena ia juga beranggapan bahwa harta kekayaan itu tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada diri seseorang. Oleh karenanya ia sering menggunakan harta tersebut di jalan Allah untuk membantu masyarakat dan sahabat-sahabatnya.
Sudah menjadi kebiasaan pada tabiat manusia bahwa harta kekayaan tidak terlepaskan dari kekuasaan. Artinya bahwa harta kekayaan mempunyai pengaruh yang gunanya untuk melindungi kekayaan dan melipatgandakannya. Dan biasanya harta kekayaan menjadikan seseorang sombong, mementingkan diri sendiri dan sifat- sifat buruk lainnya. Namun Abdurrahman Bin Auf tidak mempunyai sifat-sifat buruk tersebut. Kekayaannya yang melimpah ruah tidak sedikitpun menjadikannya seseorang yang sombong dan takabur.Ia tidak pernah membeda-bedakan seseorang baik itu dari status, fisik, atau pun lain sebagainya.
Dari sejarah diatas kita dapat memetik pembelajaran bahwa kekayaan itu bukanlah segala-galanya. Dan kita tidak boleh terlalu mendewa-dewakan harta benda karena kekayaan itu hanya berlaku semu belaku dimana sifatnya sementara saja dan tidak menjamin kita dapat masuk ke surga. Oleh karenanya harta yang kita punya hendaklah kita gunakan di jalan Allah, dan tidak menjadi sombong.
Sumber : Klik Disini
undefined
Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar